Jumat, 10 Juni 2016

Orde Baru

BAB I
PENDAHULUAN

            A.  Latar Belakang Masalah
Setelah presiden Sukarno turun, secara otomatis rezim Orde Lama juga terhenti. Bersamaan dengan itu, lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tidak lain adalah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun. Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S, pada tahun1965, dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru juga masyarakat yang memeluk agama Islam secara tidak langsung telah mengalami proses pendidikan Islam dengan sendirinya, mereka mempelajari tata cara shalat, membaca al-Quran, dan ajaran-ajaran lain yang di bawa oleh Agama Islam itu sendiri. Perkembangan pendidikan Islam masa Orde Baru setahap demi setahap mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana sejarah pendidikan islam pada masa Orde Baru (ORBA).

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Keberadaan negara Indonesia pada masa Orde Baru
Orde baru secara harfiah adalah masa yang baru yang menggantikan masa kekuasaan orde lama. Namun secara politis, orde baru diartikan suatu masa untuk mengembalikan Negara Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang sesuai dengan haluan negara sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila.
Orde baru melihat bahwa jika pemerintah orde lama diteruskan, maka tujuan dan cita-cita proklamasi kemerdekaan, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak akan tercapai. Perpindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru ini menemukan momentumnya ketika Soekarno dituduh terlibat dalam gerakan G30-S-PKI yang menelan korban 7 orang jenderal dan 1 orang putri Jendral Abdul Haris Nasution, yang bernama Ade Irma Suryani. Dengan keterlibatan dalam peristiwa tersebut, Soekarno dianggap sudah mengkhianati pancasila yang dibuatnya sendiri, dan karenanya ia harus melepaskan jabatannya sebagai presiden RI. Untuk itu Soekarno diminta untuk menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto melalui surat perintah 11 Maret (Supersemar) yang antara lain memberikan kepercayaan dan mandat kepada Soeharto agar mengambil langkah-langkah pemulihan keamanan dan ketertiban, dengan demikian Soekarno tidak lagi melakukan tugas-tugas sebagai kepala negara.
Kejatuhan Soekarno juga sejalan dengan adanya Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu bubarkan pki, turunkan harga barang, dan bersihkan para pejabat dari antek-antek PKI. Tuntutan ini demikian kuat seiring dengan terjadinya kesulitan ekonomi, tekanan PKI, dan berbagai masalah lainnya sebagai akibat dari kebijakan pemerintah.
Selanjutnya melalui sidang Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) Soeharto ditetapkan sebagai presiden Republik Indonesia dengan tugas memulihkan keamanan dan kestabilan negara dalam berbagai bidang, serta menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). Untuk kepentingan Soeharto dan kawan-kawannya membentuk organisasi politik Golongan Karya yang terdiri dari unsur pejabat yang progresif, ABRI, dan beberapa tokoh elite politik yang mengedepanka kerja nyata daripada berwacana. Pada pemilu tahun 1970-an Golkar keluar sebagai pemenang yang selanjutnya memudahkan bagi Soeharto untuk dipilih oleh MPR yang mayoritas Golkar untuk menjadi presiden selama 5 periode, atau sekitar 32 tahun, yakni sejak tahun 1967-1998.[1]

B.  Pendidikan Agama Islam Pada Masa Orde Baru
Pada tahun 1966 MPR telah melakukan sidang. Suasana pada saat itu adalah membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/PKI. Dalam keputusannya di bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966, telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Periode itu disebut Zaman Orde Baru dan Zaman munculnya angkatan baru yang disebut angkatan 66. Pemerintah orde baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan rakyat akan membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya, semakin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya.
Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang, selalu di tegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah di kembangkan sejak Taman Kanak-kanak (Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomer 27 Tahun 1990 dalam UU Nomer 02 Tahun 1989).
Pembangunan Nasional di laksanakan dalam rangka pembanguan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama.
Sementara yang menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan yang selaras, seimbang, serasi antara lahiriyah dan rohaniyah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan Nasional.
Begitu juga teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegarasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu.[2]
Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
1.         Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2.         Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Dalam hubungan ini kementrian agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
1.         Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2.         Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3.         Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4.         Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5.         Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6.         Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian/dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
C.  Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Mengenai Pendidikan Islam
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an.
Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.[3]
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan.
Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.[4]

D.  Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan pada Masa Orde Baru
Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, diantaranya adalah:
1.    Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
2.    Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
3.    Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh  MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :

Pendidikan islam pada masa Orde Baru ini sudah mengalami banyak kemajuan dan mengalami perubahan misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegarasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. Dan kebijakan dari pemerintah tentang pendidikan islam di indonesia setelah masa Orde Lama lebih menggunakan sistem pendidikan madrasah. Pendidikan madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan.
Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.

DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nata, Abuddin.  2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Wahidin, Khaerul dan Taqiyuddin. 1996. Sejarah Pendidikan Islam Umum & Indonesia. Cirebon: Biro penerbit Fakultas  Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Cirebon.





[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 84-86.
[3]   Abuddin Nata,.  Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011). hlm.325.
[4]  Khaerul Wahidin dan Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan Islam Umum & Indonesia, Cirebon: Biro penerbit Fakultas  Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Cirebon. 1996, hlm. 29.

Makalah Sejarah Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A                         Latar Belakang Masalah
Perjalanan  sejarah bangsa dan  negara indonesia sejak  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang maka sejarah kebijakan pendidikan di indonesia termasuk di dalamnya pendidikan islam memang tidak bisa lepas dari kurun waktu tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan tonggak-tonggak sejarah sebagai pengingat. Oleh karena itulah perjalanan sejarah pendidikan islam di indonesia sejak indonesia merdeka sampai tahun 1965 yang lebih dikenal dengan masa Orde Lama (Orla) akan berbeda dengan tahun 1965sampai sekarang yang lebih dikenal dengan Orde Baru (Orba). Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan membahas tentang sejarah pendidikan islam pada masa Orde Baru (Orba). 

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pendidikan Islam pertama di Indonesia
Pendidikan islam di indonesia telah di mulai sejak masuknya islam ke indonesia. Pada tahap awal pendidikan islam di indonesia berlangsung secara informal. Kontak-kontak Person antara mubaligh dan masyarakat sekitar yang tidak terancang terstruktural secara jelas dan tegas. Pergaulan keseharian yang didalamnya mengandung unsur pendidikan, seperti keteladanan yang diberikan oleh para mubaligh merupakan ketertarikan masyarakat sekitar untuk memeluk agama islam. Pada saat berlangsungnya pendidikan tidaka ada jadwal waktu tertentu, tidak ada materi tertentu, dan tidak ada tempat yang khusus. Jadi, hal itu belom melembaga sebagai suatu lembaga tertentu. Disini yang paling berperan adalah mubaligh. Setelah pendidikan informal itu berlangsung, maka muncullah pendidikan formal yang terencana, punya waktu, tempat, dan mater tertentu. 
Dengan demikian ada beberapa lembaga pendidikan islam formal pertama yang muncul di Indonesia yaitu:
1.    Masjid dan Langgar
2.    Pesantren
3.    Surau.[1]

B.     Pendidikan Islam Pada Zaman Kemerdekan
1. Masa Peralihan Orde Lama Ke Orde Baru
Sejak di tumpasnya peristiwa  G30 S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang di namakan orde baru.
Orde baru secara harfiah adalah masa yang baru yang menggantikan masa kekuasaan orde lama. Namun secara politis, orde baru diartikan suatu masa untuk mengembalikan Negara Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang sesuai dengan haluan negara sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila. Atau orde baru adalah :
a.    Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945;
b.    Memperjuangkan adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material dan spiritual melalui pembangunan;
c.     Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dengan demikian, orde baru bukanlah merupakan golongan tertentu, sebab orde baru bukan berupa pengelompokan fisik. Perubahan orde lama (sebelum 30 september  1965), ke orde baru berlangsung melalui kerjasama erat antara pihak ABRI atau Tentara dan Gerakan-gerakan Pemuda, yang disebut Angkatan 1966. Para Pemuda bergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dalam KAMI yang memegang peranan penting khususnya adalah himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sangat kuat serta mempunyai hubungan tidak resmi dengan Masyumi dan organisasi Islam lainnya. Sejak tahun 1966, para Mahasiswa mulai melakukan demonstrasi di jalan-jalan, sebagian secara spontan, sebagian lagi atas perencanaan pihak lain. Mula-mula mereka memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan, harga yang meningkat, korupsi yang merajalela dan sebagainya. Dalam bulan berikutnya, kampanye berkembang menjadi protes terhadap Soekarno, dengan cara penghinaan.
Kemudian pada bulan Maret 1996 Soekarno di desak untuk menandatangani atas sebuah surat presiden yang isinya memerintahkan Soekarno untuk mengambil semua tindakan yang perlu, untuk keselamatan dan stabilitas negara serta pemerintah, dan melindungi Soekarno sebagai Presiden, Panglima tertinggi, Pemimpin Besar Revolusi dan Mandataris PMR.[2]

2. Keberadaan Pendidikan Agama IslamPada Masa Orde Baru
Pada tahun 1966 MPR telah melakukan sidang. Suasana pada saat itu adalah membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/PKI. Dalam keputusannyadi bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966, telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Periode itu disebut Zaman Orde Baru dan Zaman munculnyaangkatan baru yang disebut angkatan 66. Pemerintah orde baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan rakyat akan membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya, semakin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya.
Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang, selalu di tegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah di kembangkan sejak Taman Kanak-kanak (Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomer 27 Tahun 1990 dalam UU Nomer 02 Tahun 1989).
Pembangunan Nasional di laksanakan dalam rangka pembanguan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama.
Sementara yang menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan yang selaras, seimbang, serasi antara lahiriyah dan rohaniyah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan Nasional.
Begitu juga teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegarasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu.[3]
Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
1.         Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut;
2.         Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.

Dalam hubungan ini kementrian agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
1.         Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2.         Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3.         Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4.         Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5.         Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6.         Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian/dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.


3.    Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
            Pendidikan Islam keberadaannya dalam sistem pendidikan nasional, yang dibagi tiga hal. Pertama pendidikan islam sebagai lembaga, kedua pendidikan islam sebagai mata pelajaran, dan ketiga pendidikan islam sebagai nilai (value).
Pendidikan islam sebagai lembaga diakuinya keberadaan lembaga pendidikan islam secara eksplisit. Pendidikan islam sebagai mata pelajaran diakuinya pendidikan agama sebagai salah satu pelajaran yang wajib diberikan pada tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berikutnya pendidikan islam sebagai nilai, yakni ditemukannya nilai-nilai islami dalam sistem pendidikan nasional.[4]
  
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Suasana pada saat Orde Baru adalah membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/PKI. Dalam keputusannya di bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan dan perubahan-perubahan.
Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu, setelah terjadinya Orde Baru dan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegarasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu.










DAFTAR PUSTAKA

Puta Daulay, Haidar. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada.
nyanaruasno.blogspot.co.id/2014/11/makalah-perkembangan-islam-pada     masa.html



[1]Haidar Puta Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 10-15
[2]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 80-81
[3]Ibid, hlm. 84-86
[4]Haidar Puta Daulay, Op.Cit. hlm. 44-45.