BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Setelah presiden Sukarno turun, secara otomatis rezim Orde Lama
juga terhenti. Bersamaan dengan itu, lahirlah orde lain sebagai penerus
perjuangan. Orde ini tidak lain adalah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto.
Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32
tahun. Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S, pada tahun1965, dan ditandai
oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru juga masyarakat yang memeluk agama Islam secara tidak
langsung telah mengalami
proses pendidikan Islam dengan sendirinya, mereka mempelajari tata cara
shalat, membaca al-Quran, dan ajaran-ajaran lain yang di bawa oleh Agama Islam
itu sendiri. Perkembangan pendidikan Islam masa Orde Baru setahap demi setahap mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan
membahas tentang bagaimana sejarah pendidikan islam pada masa Orde Baru (ORBA).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keberadaan negara Indonesia pada masa Orde Baru
Orde baru secara harfiah adalah masa
yang baru yang menggantikan masa kekuasaan orde lama. Namun secara
politis, orde baru diartikan suatu masa untuk mengembalikan Negara
Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang sesuai dengan haluan negara
sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila.
Orde baru melihat bahwa jika
pemerintah orde lama diteruskan, maka tujuan dan cita-cita proklamasi
kemerdekaan, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak akan tercapai. Perpindahan
kekuasaan dari orde lama ke orde baru ini menemukan momentumnya ketika Soekarno
dituduh terlibat dalam gerakan G30-S-PKI yang menelan korban 7 orang jenderal
dan 1 orang putri Jendral Abdul Haris Nasution, yang bernama Ade Irma Suryani.
Dengan keterlibatan dalam peristiwa tersebut, Soekarno dianggap sudah
mengkhianati pancasila yang dibuatnya sendiri, dan karenanya ia harus
melepaskan jabatannya sebagai presiden RI. Untuk itu Soekarno diminta untuk
menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto melalui surat perintah 11 Maret
(Supersemar) yang antara lain memberikan kepercayaan dan mandat kepada Soeharto
agar mengambil langkah-langkah pemulihan keamanan dan ketertiban, dengan
demikian Soekarno tidak lagi melakukan tugas-tugas sebagai kepala negara.
Kejatuhan Soekarno juga sejalan
dengan adanya Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu bubarkan pki, turunkan
harga barang, dan bersihkan para pejabat dari antek-antek PKI. Tuntutan ini
demikian kuat seiring dengan terjadinya kesulitan ekonomi, tekanan PKI, dan
berbagai masalah lainnya sebagai akibat dari kebijakan pemerintah.
Selanjutnya
melalui sidang Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) Soeharto ditetapkan
sebagai presiden Republik Indonesia dengan tugas memulihkan keamanan dan
kestabilan negara dalam berbagai bidang, serta menyelenggarakan Pemilihan Umum
(Pemilu). Untuk kepentingan Soeharto dan kawan-kawannya membentuk organisasi
politik Golongan Karya yang terdiri dari unsur pejabat yang progresif, ABRI,
dan beberapa tokoh elite politik yang mengedepanka kerja nyata daripada
berwacana. Pada pemilu tahun 1970-an Golkar keluar sebagai pemenang yang
selanjutnya memudahkan bagi Soeharto untuk dipilih oleh MPR yang mayoritas
Golkar untuk menjadi presiden selama 5 periode, atau sekitar 32 tahun, yakni
sejak tahun 1967-1998.[1]
B. Pendidikan Agama
Islam Pada Masa Orde Baru
Pada tahun 1966 MPR telah melakukan
sidang. Suasana pada saat itu adalah membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/PKI.
Dalam keputusannya di bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan
demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari
Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966, telah terjadi
perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan sosial, agama
maupun politik. Periode itu disebut Zaman Orde Baru dan Zaman munculnya angkatan
baru yang disebut angkatan 66. Pemerintah orde baru bertekad sepenuhnya untuk kembali
kepada UUD 1945 melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan
rakyat akan membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, maka kehidupan beragama dan pendidikan
agama khususnya, semakin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi
pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya.
Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN
sejak tahun 1973 hingga sekarang, selalu di tegaskan bahwa pendidikan agama
menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang
pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah di kembangkan sejak Taman Kanak-kanak
(Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomer 27 Tahun 1990 dalam UU Nomer 02 Tahun 1989).
Pembangunan Nasional di laksanakan
dalam rangka pembanguan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara
pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual,
antara bekal keduniaan dan berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan
sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan ini
menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama.
Sementara yang menjadi sasaran
pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman bangsa Indonesia
kepada Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan yang selaras, seimbang, serasi
antara lahiriyah dan rohaniyah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong
royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai
cita-cita dan tujuan Nasional.
Begitu juga teknik pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan
tertentu, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang materi pendidikan
agama diadakan pengintegarasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan
diadakan pengurangan alokasi waktu.[2]
Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun
1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
1.
Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang
tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2.
Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah
negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Dalam hubungan ini kementrian agama juga telah merencanakan
rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan
jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
1.
Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang
menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat
pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan
ibadah.
2.
Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan
pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3.
Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola
secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan
pelajaran-pelajaran umum.
4.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri
enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5.
Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang
memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6.
Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas
diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian/dua
fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
C.
Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah Mengenai Pendidikan Islam
Kebijakan pemerintah orde baru
mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif
dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan
1990-an.
Pada pemerintah, lembaga pendidikan
di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan
mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan
orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan
kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat
otonom di bawah pengawasan menteri agama.[3]
Dalam dekade 1970-an madrasah terus
dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an,
justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari
bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di
tempuh pemerintah dengan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor 34
tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan
latihan.
Isi keputusan ini mencakup tiga hal
:
1. Menteri pendidikan dan
kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan
kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas
dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga
kerja akan pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi
Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan
khusus untuk pegawai negeri.[4]
D.
Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan pada Masa Orde
Baru
Masa Orde Baru ini
mencatat banyak keberhasilan, diantaranya adalah:
1.
Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga
universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan
status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui
subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun
1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993
setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
2.
Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah
untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai
ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
3.
Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI),
dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang
telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat
Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti
Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman
pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Pendidikan islam pada
masa Orde Baru ini sudah mengalami banyak kemajuan dan mengalami perubahan misalnya
tentang
materi pendidikan agama diadakan pengintegarasian dan pengelompokan yang lebih
terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. Dan kebijakan dari pemerintah tentang pendidikan islam di
indonesia setelah masa Orde Lama lebih menggunakan sistem pendidikan madrasah.
Pendidikan madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah
umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan.
Pemerintah juga pada
akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana
jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya
rok pendek dan kepala terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 1999. Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Wahidin, Khaerul dan Taqiyuddin. 1996. Sejarah Pendidikan Islam Umum
& Indonesia. Cirebon: Biro penerbit Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Gunung Djati Cirebon.
http://diezworld.blogspot.co.id/2012/04/pendidikan-islam-pada-masa-orde-lama.html (diakses pada tanggal 27 oktober 2015)
http://nyanaruasno.blogspot.co.id/2014/11/makalah-perkembangan-islam-pada-masa.html (diakses pada tanggal 27 oktober 2015)
[1] http://nyanaruasno.blogspot.co.id/2014/11/makalah-perkembangan-islam-pada-masa.html
(diakses pada tanggal 27102015)
[2] Hasbullah,
Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 84-86.
[4] Khaerul
Wahidin dan Taqiyuddin, Sejarah
Pendidikan Islam Umum & Indonesia, Cirebon: Biro penerbit
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Cirebon. 1996, hlm. 29.
[5]
http://diezworld.blogspot.co.id/2012/04/pendidikan-islam-pada-masa-orde-lama.html (diakses
pada tanggal 27102015)